Audiensi Dengan DPRD, HNSI Minta Tarif Retribusi Diturunkan
Audiensi Dengan DPRD, HNSI Minta Tarif Retribusi Diturunkan
KEBUMEN - Sebanyak 14 (empatbelas) perwakilan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Kebumen melakukan pra Audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Jumat (19/01). Rombongan diterima oleh Wakil Ketua Komisi B Wahid Mulyadi, A.Md, Sekretaris Fitria Handini, S.H. dan Drs. H. Tongat di Ruang Rapat Komisi B DPRD.
Dalam mukadimah pra Audiensi, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Kebumen, Bejo Priono menyampaikan bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pengganti Perda Nomor 14 Tahun 2011 dirasa tidak selaras dengan kehendak nelayan. Hal ini dikarenakan nelayan harus membayar retribusi yang lebih besar dari sebelumnya. Sebagai contoh jika hasil penjualan ikan sebesar 500 ribu, apabila menggunakan aturan lama nelayan hanya membayar 11 ribu. Sedangkan bila menggunakan aturan baru, nelayan harus merogoh kocek sebesar 30 rb.
“Terus terang kami sebagai nelayan keberatan dengan penerapan tarif retribusi pada Perda yang baru, jika bisa tarifnya seperti yang lama. Kalau tidak diubah kami tak akan membayar,” tegas Bejo.
Bejo mewakili rekan-rekannya meminta kepada DPRD agar mengupayakan tarif retribusi diubah sehingga tidak memberatkan nelayan. Ditambah lagi menurutnya profesi nelayan adalah profesi yang penuh resiko dan penuh ketidakpastian dari segi pendapatan.
Menanggapi hal tersebut, Wahid Mulyadi mengatakan bahwa dirinya kebetulan pada saat itu menjadi Ketua Pansus. Mul, sapaan akrabnya mengungkapkan bahwa lahirnya Perda yang baru merupakan penyesuaian dari UU Cipta Kerja.
“Perda ini merupakan penyesuaian aturan yang baru, Jadi dalam pengesahannya melewati persetujuan terlebih dahulu ke Gubernur, Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri. Kalau dulu biaya retribusi ditanggung oleh nelayan dan bakul (penjual), misal retribusi 30 rb ditanggung nelayan 18 rb dan bakul 12 ribu. Namun di aturan yang baru satu objek restribusi tidak boleh ditanggung oleh dua pihak. Gambarannya seperti pajak restoran, yang mbayar pajak sebenarnya pembelinya walaupun nanti yang menyetorkan ke Pemda adalah pemilik restoran,” urai Mul.
Sementara itu Fitria Handini menambahkan bahwa tidak bisa untuk mencabut Perda yang diundangkan per Januari 2024 tersebut seperti yang dikehendaki nelayan.
“Kalau untuk mencabut Perda saya kira tidak bisa karena sudah disahkan Paripurna. Namun masih ada peluang untuk meminta keringanan, pengurangan dan pembebasan sebagaimana tercantum dalam pasal 115 Perda Nomor 11 Tahun 2023,” terang Dini.
Menanggapi penjelasan tersebut, para nelayan menimpali bahwa pihaknya sebenarnya tetap mau berkontribusi menyumbang PAD Pemkab namun dengan tarif yang terjangkau. Mereka kemudian menyampaikan skema alternatif besaran retribusi.
Di akhir acara, Wahid Mulyadi menyampaikan bahwa DPRD bisa memahami apa yang dirasakan oleh para nelayan dan akan menyampaikan hasil audiensi ke Pimpinan DPRD dan mengkomunikasikannya dengan pihak eksekutif. (hms)